Music

Pages

Selasa, 15 Maret 2016

INDONESIA KORBAN KEKEJAMAN KAPITALISME

Sistem Penjajahan Ekonomi Kapitalisme


 

Pasca revolusi industri dan penerbitan buku Adam Smith, dari tahun ke tahun perekonomian eropa mengalami kemajuan yang pesat, industri-industri besar mulai bermunculan bak jamur di musim penghujan, namun demikian, bersamaan kemajuan tersebut ekonomi ini juga sedikit demi sedikit memberikan kerusakan, puncaknya di tahun 1929-1939 Barat mengalami depresi besar (Great Depression). Pengangguran yang menimbulkan kemiskinan juga bermunculan bak laron yang keluar dari sarangnya di musim penghujan. Demikianlah kemajuan ekonomi beriringan dengan kerusakan ekonomi di dunia bermula.







Pelaku ekonomi Eropa dan Amerika mulai kehabisan lahan untuk meningkatkan keuntungan, bak vampir sang penghisap darah, mereka mulai membuka mata ke benua luar untuk mencari keuntungan. Sehingga tampaklah oleh kita apa yang ada di otak ekonomi mereka, untuk memperbesar keuntungan tentu harus memperbesar jumlah hasil produksi, dan untuk memperbesar hasil produksi, tentu mereka membutuhkan hal-hal berikut:

a.  Kebutuhan Bahan Baku yang Besar

Eropa dan Amerika bukanlah negeri-negeri yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Dari titik inilah sejarah perjalanan penjajahan Eropa ke negeri-negeri kaya akan SDA mulai berlangsung. Negara-negara yang menjadi incaran keserakahan mereka adalah Negara-negara yang ada di kawasan benua Afrika dan Asia, termasuk Indonesia. Maka dari sinilah kita melihat bahwa penjajahan belanda ke Indonesia bertujuan untuk mencari rempah-rempah dengan mendirikan serikat dagang VOC.
Benar bahwa Indonesia saat ini tidak lagi dijajah secara fisik (militer), namun ketergantungan SDA Amerika dan Eropa terhadap Indonesia dan negeri-negeri yang kaya akan SDA tetap ada, sehingga sering kita rasakan penjajahan politik oleh Amerika di Indonesia, seperti pemilihan pejabat Negara yang merupakan titipan Amerika, yaitu memilih pejabat yang pro penjajah Amerika dan menjadi anteknya, seperti Presiden yang pro Amerika, kemudian mafia Barkeley, seperti Wapres Budiono dkk., dan menteri-menteri titipan Amerika agar dapat memudahkannya untuk dapat mengeksploitasi SDA Indonesia karena para pemimpinnya menjadi antek Amerika, sehingga kita melihat jelas, bagaimana mudahnya daerah penghasil SDA seperti Blok Cepu yang pengelolaannya jatuh ke tangan Exxon mobil perusahaan milik Amerika, bila Amerika memiliki antek di negeri ini, yang tidak lain adalah pemimpin negeri ini.

b.  Kebutuhan akan Pasar yang Besar
 
Produksi yang tinggi tentu membutuhkan pasar yang besar juga untuk menjual hasil produksi mereka. Kenyataannya, Negara-negara industri maju hanya memiliki jumlah penduduk 25% dari seluruh penduduk dunia. Padahal, produk industri mereka mampu untuk mencukupi 75% dari penduduk dunia. Terjadilah selisih 50% hasil produksi tersisa, sehingga mereka produksi sisa tersebut harus dipasarkan keluar wilayah mereka.

c.   Kebutuhan akan Pasar Bebas Dunia

 
Selanjutnya, bagaimana mereka bisa memasarkan sisa produksi mereka ke Negara lain, sementara Negara-negara lain tersebut memiliki proteksionisme terhadap barang-barang luar negeri karena untuk melindungi produsen dalam negeri dengan mengenakan tariff dan kuota. Tentu saja jawabnya adalah mengadakan pasar bebas (Globalisasi).
Dengan kata lain, mereka harus melakukan penghapusan segala bentuk hambatan tariff dan quota yang ada diberbagai Negara yan mereka tuju. Proyek besar untuk merealisasikan gagasan itu akhirnya berhasil mereka wujudkan dengan membentuk kawasan pasar bebas dunia melalui WTO dan GATT-nya, yang hamper tidak ada Negara di dunia ini tidak menjadi anggotanya. Termasuk Indonesia.

d.   Kebutuhan untuk Terus Membesar

Kebesaran industri yang telah mereka (Barat) miliki tidak boleh berhenti di negeri mereka sendiri. Perusahaan yang mereka miliki harus terus melakukan expansi ke Negara-negara lain dengan jalan mendirikan banyak Multi Nasional Corporation (MNC). Keberadaan MNC di Negara-negara jajahan mereka paling tidak akan memberikan keuntungan sekaligus, yaitu: terpenuhinya sumber bahan baku yang murah dan melimpah, tersedianya tenaga kerja yang murah dan tersajinya pasar yang luas tanpa harus terkendala dengan persoalan transportasi.
Untuk memuluskan jalannya di Indonesia dan Negara-negara jajahan lainnya, mereka menggunakan beberapa strategi, diantaranya:

1.    Dengan menggunakan kedok penanaman modal asing (PMA). Cara ini akan lebih mudah diterima oleh Negara yang dituju, sebab dianggap sebagai bentuk bantuan guna memajukan industri di negara yang bersangkutan.

2.    Dengan mendorong perusahaan-perusahaan BUMN maupun BUMS yang sudah ada di Indonesia maupun Negara lain yang dituju untuk melakukan “Go International / Go Public”, dengan maksud agar menjadi perusahaan terbuka untuk dapat dibeli oleh siapapun. Cara ini dianggap lebih jitu dibanding dengan cara yang pertama.

e.   Kebutuhan untuk Selalu Menang

 
Agar persaingan senantiasa mereka menangkan, maka mereka harus memiliki strategi selanjutnya, yaitu:

1.    Pemberian Utang Luar Negeri (ULN).
Walaupun sepintas utang luar negeri menolong, sebetulnya sangat mematikan. Sebab, skema yang mereka berikan telah ditopang oleh system moneter dunia yang dapat dikendalikan oleh IMF. Selain ULN mengandung riba, rapuhnya system moneter dunia (yang sengaja mereka ciptakan) akan memungkinkan ULN tersebut besarnya menjadi berlipat oleh guncangan kurs mata uang yang setiap saat dapat mereka lakukan.

2.    Tidak Akan Melakukan Proses Alih Teknologi
Walaupun di Negara jajahan mereka sudah banyak berdiri industri besar, sesungguhnya Negara tersebut bukan produsen teknologi, akan tetapi tetap konsumen teknologi.

3.    Melakukan Embargo Ekonomi
Strategi ini adalah untuk Negara-negara yang bandel. Negara-negara yang bandel menurut mereka adalah Negara yang tidak mau menerima skema ULN yang mereka tawarkan. Jika Negara tersebut tidak mau menerima ULN dikhawatirkan ekonomi akan membaik dan akan berpotensi menjadi menjadi Negara industri kuat.

4.    Dengan Kekuatan Militer.
Strategi ini memang dikhususkan bagi Negara-negara yang dianggap super bandel. Super bandel berarti Negara-negara tersebut sudah terang-terangan menolak untuk tunduk pada scenario mereka, bahkan berani menentangnya. Hal ini pernah mereka lakukan pada Irak dan Afghanistan. Sedangkan Indonesia tidaklah perlu dihadapi dengan kekuatan militer, sebab penguasa dan pemimpin bangsa ini sudah memberikan dengan sukarela apa yang diinginkan oleh Negara kafir Barat penjajah, seperti Amerika. Astaghfirullah wa na’udzubillahiminzalik.

0 komentar:

Posting Komentar