Music

Pages

Rabu, 15 Juli 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA



Pendahuluan

Ekonomi Islam dalam tiga dasawarsa ini mengalami kemajuan yang pesat, baik dalam kajian akademis di perguruan tinggi maupun dalam praktek operasional. Dalam bentuk pengajaran, ekonomi islam telah dikembangkan di beberapa universitas baik di negara-negara muslim, maupun di negara-negara barat, seperti USA, Inggris, Australia, dan Iain-lain.

Demikian pula di Indonesia, ekonomi Islam memiliki sejarah dan perkembangannya sendiri dalam mewarnai khasanah kehidupan masyarakat. Ada baiknya kita mengulas lebih lanjut tentang hal ini. Dalam makalah singkat ini penulis mencoba untuk memberikan gambaran tentang sejarah perkembangan ekonomi Islam di Indonesia secara singkat.

Perkembangan Ekonomi Islam di Awal Masuknya Islam

Ketika Islam masuk ke Indonesia pertama kali, kita tahu bersama bahwa jalur perdaganganlah yang digunakan sebagai jalur masuknya para pedagang muslim dari Gujarat, Persia, Yaman, Cina dan beberapa negara lainnya. Kearifan akhlak dan santunnya tata dagang dan penyelesaian akad yang dilakukan para pedagang muslim memberikan referensi tersendiri bagi masyarakat pesisir kala itu.

Keterpikatan awal tersebut menghantarkan ketertarikan tersendiri bagi masyarakat untuk lebih kenal dengan ajaran Islam. Masalah-masalah ekonomi sederhana yang terjadi di masyarakat pun secara alami memperoleh solusi bijak dari para pedagang muslim perantau maupun para ulama yang menyertainya. Perselisihan dagang, hak monopoli, kesantunan dagang, bagi waris bahkan hingga masalah pembagian harta kala terjadi perceraian.

Ketika para pedagang perantau ini mulai menetap dan membaur dengan warga, secara otomatis kajian ekonomi sederhana ini menjadi kajian umum dengan sendirinya. Masalah-masalah ekonomi dan pemecahannya pun semakin kompleks beriring dengan berkembangnya tata dan sistem masyarakat.

Ekonomi Islam dan Kerajaan Islam

Runtuhnya kekuasaan Kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha memberikan sebuah kondisi anomali dalam tata kepemimpinan dan pemerintahan rakyat. Islam yang menggunakan cara santun mulai bergerak masuk dari sekitar tepian pantai (pesisir) masuk ke kota raja (pusat pemerintahan) dan mulai mengambil hati para ningrat penguasa.

Saat Islam mulai mendapat pengakuan dari penguasa setempat mulailah lahir beberapa kerajaan atau kesultanan yang bernafaskan Islam. Dalam menyelesaikan permasalahan penggalangan upeti (pajak) atau menyangkut hal-hal penyelenggaraan ekonomi negara tentu saja raja memerlukan penasihat kebijakan. Penasihat kebijakan biasanya diampu oleh para kaum ulama, hulu balang atau seseorang yang dianggap wali. Tentu saja mereka akan memberikan bentuk nasihat yang mengarah pada ajaran-ajaran Islam.

Bukan hanya itu saja, konsep ajaran Islam hampir mempengaruhi seluruh aspek pemerintahan. Pada jaman sekarang ini akan terasa bahwa hal ini mengakibatkan banyaknya wujud pengertian masyarakat yang sudah terbaur sangat sempurna antara pengertian agamis dan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya masyarakat asli. 

Ekonomi Islam dan Kolonialisme

Peran Islam dalam mewujudkan perlawanan terhadap kolonialisme dalam sejarah perjuangan Indonesia sangatlah nyata. Peran ulama dan tokoh keagamaan dalam menjelaskan hak-hak kepemilikan, fungsi pajak, dan pengertian atas kontrol ekonomi yang dilakukan imperialis membuka semangat baru bagi masyarakat dan penguasa lokal untuk melakukan perlawanan.

Jadi, perlawanan terhadap kaum penjajah di Indonesia bukan semata karena kafir atau tidaknya penjajah itu tetapi ada sisi lain yang benar-benar dirasakan penting dan esensial, yaitu turunnya kelas ekonomi dan derajat ekonomi masyarakat menjadi tingkatan terbawah.

Peran kaum Arab pedagang yang kebetulan menjadi kelas kedua bersama kaum Cina dan India, menjadi jembatan dalam mengangkat taraf penghidupan pedagang lokal. Mereka membuka pintu perdagangan bagi para pedagang lokal meski harus sembunyi-sembunyi. Ada pengertian baru pada diri masyarakat tentang dasar ukhuwah islamiyah sebagai pembentuk kegiatan ekonomi masyarakat.  

Di lain sisi, pembagian kaum penjajah atas wilayah pengelolaan sumberdaya ekonomi menurut ras menimbulkan maslah baru. Para pedagang Tionghoa non muslim mulai mendirikan rumah judi dan rumah pelacuran yang menyediakan candu dan merusak masyarakat. Dalam aturan dagang muslim tentu saja hal ini haram dan mendapatkan perlawanan yang serius dari para ulama dan masyarakat. Selain itu, berdiri pula rumah-rumah gadai yang memberlakukan riba dengan bunga yang teramat tinggi dan memberatkan masyarakat.

Ekonomi Islam dan Pergerakan Nasional

Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan islam memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam yang beranggotakan tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu, serta ekonomi islam ini sesuai dengan pedoman seluruh umat islam di dunia yaitu di dalam Al-Qur'an yang mengatakan bahwa jika kamu akan bermuamalah, hendaklah kamu menuliskannya dengan benar, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakannya (apa yang akan dituliskan itu), dan janganlah orang itu mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika orang yang mengutang itu lemah akalnya atau lemah keadaanya atau tidak mampu mengimlakannya, maka hendaklah walinya yang mengimlakannya dengan jujur. Selain itu juga harus didatangkan dua orang saksi dari orang lelaki. Jika tidak ada maka boleh dengan seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu kehendaki, dan jangalah saksi itu enggan memberikan memberi keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah engkau jemu menulis utang itu baik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayaranya. Kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai kamu, maka tak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskanya. Dan persaksikanlah apabila kau berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan (QS Al-Baqarah: 282).

Salah satu tokoh penting dalam pembentukan pandangan terhadap ekonomi Islam kala itu adalah HOS Tjokroaminoto. Konsep Kedermawanan Islam yang diajarkan Tjokroaminoto, bukanlah sebuah empati dalam wujud sosial sempit saja. Yang pertama, beliau menekankan bahwa sedekah akan menjadi sesuatu yang bernilai lebih, jika diniatkan untuk keteguhan beribadah kepada Tuhan. Jelaslah, bahwa agama selain sebagai kontrol perilaku masyarakat juga menjadi motivasi positif bagi tindakan-tindakan yang bermanfaat bagi ummat. Yang kedua, zakat seabagai sebagai dasar distribusi dan pemerataan kekayaan untuk seluruh masyarakat. Luar biasa jika kita sadari, Islam mengatur zakat maal dan zakat fitrah sebagai suatu alat ukur keadaan sosial ekonomi masyarakat. Betapa tidak, jika jumlah orang yang berhak menerima zakat tinggi, berarti terjadi masalah kemiskinan di suatu tempat, demikian pula sebaliknya. Maka secara tidak langsung zakat dapat dijadikan barometer kemakmuran rakyat. Dengan dilaksanakan zakat secara proporsional, amanah, dan kontinu, tentu akan terjadi progress yang baik pada keadaan ekonomi rakyat. Yang ketiga, kemiskinan dunia bukanlah kehinaan, tapi kejahatan dunialah yang hina. Pada gagasan ini tentu saja dapat kita tafsirkan bahwa kemiskinan butuh pemahaman tersendiri untuk kemudian dicari solusinya bersama, bukan untuk dicemooh, dimusuhi atau bahkan di kelompokkan sendiri dalam tata sosial. Justru penjajahan, tirani, dan perilaku semena-mena dari penguasa dan pemilik modal lah yang mungkin menjadi salah satu sebab kemiskinan itu terjadi dan merajalela.

Konsep besar kedua yang dibawakan Tjokroaminoto adalah Persaudaraan Islam. Islam jelas mengatakan bahwa antara muslim satu dengan yang lain adalah saudara. Semua lapisan, ras, dan suku pada masyarakat adalah sejajar di mata Tuhan, di mana hanya derajat ketaqwaan yang membedakan mereka satu sama lain. Bagaimana ummat bisa membangun sendi perekonomian yang baik jika hubungan mereka hanya didasarkan pada hubungan konsumen-produsen, penguasa-rakyat, atau manajer-buruh. Maka dengan persaudaraan inilah komunikasi bisa lebih kooperatif antara semua lini pelaku ekonomi yang kemudian menghasilkan ide dan tindakan yang tidak saling merugikan satu sama lain.

Ekonomi Islam dan Peranannya dalam Pembentukan Ekonomi Negara

Sejak kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, tentu saja konsep-konsep ekonomi untuk mendukung penyelenggaraan negara sangat dibutuhkan. Ada beberapa faktor yang kemudian baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi cara pandang para tokoh pendiri negara dalam membentuk sistem ekonomi dan tata aturan penyelenggaraan perekonomian negara.

Beberapa tokoh nasional kala itu seperti Sukarno (yang nota bene adalah murid HOS Tjokroaminoto), Hatta, Haji Agus Salim dan lain-lain tentu saja sangat tidak asing dengan dasar-dasar ekonomi Islam. Maka bentuk implementasi sistem ekonomi yang mengangkat kemaslahatan bersama dan pengelolaan sumberdaya alam untuk kepentingan umum yang diselenggarakan oleh negara sepertinya menjadi bukti adanya muatan ekonomi Islam dalam pembentukan Ekonomi Negara.

Salah satu tokoh pendiri negara adalah Mohammad Hatta. Berbeda dengan Weber, konsep koperasi yang ia bawakan begitu mengangkat unsur kemanusiaan dan hasrat hidup orang banyak. Kita semua tahu bahwa Hatta amat taat beragama, memperlajari ilmu agama bahkan sempat menulis sebuah buku berjudul Nuzul Qur'an, yang diterbitkan Angkasa, tahun 1966. Pandangan Hatta tentang masalah-masalah kebangsaan, seperti loyalitasnya terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keberpihakannya terhadap nasib rakyat kemudian diejawantahkan dalam bentuk pemikiran tentang ekonomi kerakyatan. Ia dikenal sebagai “Bapak Koperasi Indonesia” karena pemikiran-pemikirannya ekonominya yang pro-kerakyatan. Ketika masih belajar ekonomi di Rotterdam, ia banyak mencermati nasib ekonomi rakyat yang banyak dieksploitasi oleh pelaku ekonomi modern yang pada saat itu banyak dikendalikan oleh investor-investor Belanda, terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan. Pertanian dan perkebunan dengan pemilikan lahan yang sempit, teknologi sederhana, dan modal seadanya merupakan jenis usaha subsisten yang akan sangat sulit berkembang. Usaha pertanian dan perkebunan besar yang didukung dengan luas tanah ratusan ribu hektar, menggunakan teknologi unggul, dan adanya modal yang sangat besar tentu akan mudah memproduksi komoditi ekspor, berupa karet, teh, kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Dengan demikian, ekonomi kerakyatan akan semakin tersisihkan. Hatta bertujuan untuk bagaimana mempersatukan ekonomi rakyat melalui pengembangan usaha koperasi yang berbasis pada asas kekeluargaan.

Ekonomi Islam dalam Perkembangan Studi Keilmuan

Sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami, ekonomi islam mendapat tantangan yang sangat besar pula. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi, yaitu: Pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuanganya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan seluruh umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran di Indonesia ini yang semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri yang masih terpuruk dan dinilai rendah oleh negara lain. Dan yang ketiga, mengenai perangkat peraturan; hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional maupun dalam skala internasional. Untuk menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang tersebut yaitu organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia).

Organisasi tersebut didirikan dimaksudkan untuk membangun jaringan kerja sama dalam mengembangkan ekonomi islam di Indonesia baik secara akademis maupun secara praktek. Dengan berdirinya organisasi tersebut, diharapkan agar para ahli ekonomi islam yang terdiri dari akademisi dan praktisi dapat bekerja sama untuk menjalankan pendapat dan aksinya secara bersama-sama, baik dalam penyelenggaraan kajian melalui forum-forum ilmiah ataupun riset, maupun dalam melaksankan pengenalan tentang sistem ekonomi islam kepada masyarakat luas. Dengan cara seperti itu, maka InsyaAllah segala ujian yang diberikan dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya secara bersama sehingga pergerakannya bisa lebih efektif dalam pembangunan ekonomi seluruh ummat.

Pelembagaan Ekonomi Islam

Bersamaan dengan tuntutan perlunya suatu institusi resmi yang legal menanggapi meningkatnya kebutuhan masyarakat akan suatu sistem kelembagaan yang syar’i, maka pemerintah mulai memfasilitasi legalisasi atas munculnya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS). Perkembangan ekonomi islam yang semakin marak ini merupakan cerminan dan kerinduan umat islam di Indonesia ini khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh Allah swt. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi islam dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun 1992.

Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum mendukung.

Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah dan murabahah.

Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Keberadaan perbankan Islam atau yang pada perkembangan mutakhir disebut sebagai Bank Syariah di Indonesia telah diakui sejak diberlakukannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan lebih dikukuhkan dengan diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 beserta beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (PBI) sebagaimana telah dibahas di muka. Berkenaan dengan transaksi dan instrumen keuangan Bank Syariah juga telah dikeluarkan beberapa Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).

Sistem syariah ini telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR), saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah dan Bank Mu’amalat Indonesia (BMI). Besar kemungkinan lembaga-lembaga perokonomian syari’ah ini akan terus berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di waktu yang akan datang. 

Penutup

Harus diakui bahwa perkembangan ekonomi Islam merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi Bangsa Indonesia dan juga mayoritas muslim, bukan hanya sebuah gerakan sebagaimana penilaian dan pemikiran oleh sebagian orang yang sama sekali tidak paham tentang karakteristik ekonomi syari'ah.

Hikmah didirikannya ekonomi Islam pun sangat banyak, salah satunya praktek ekonomi Islam ini mengajarkan pada kita bahwa perbuatan riba (melebih-lebihkan) itu adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT dan mengajarkan pada kita agar menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu ekonomi Islam juga sebagai wadah menyimpan dan meminjam uang secara halal dan diridhoi oleh Allah SWT.

Selain itu potensi dasar penerimaan masyarakat Indonesia akan muatan ajaran-ajaran ekonomi Islam membuat sangat besar harapan akan terwujudnya suatu tata ekonomi syar’i yang mampu meningkatkan taraf hidup dan sistem bentukan ekonomi masyarakat.

Besar harapan penulis makalah singkat ini akan menjadi sebuah wacana bagi penulis sendiri dan para pembaca sehingga bukan hanya berfungsi sebagai tugas pelangkap kewajiban perkuliahan.



Sumber
Ø    Basyaib Hamid, Bank Tanpa Bunga, Mitra Gama Widya: Yogyakarta, 1993
Ø    Doktrin Perbankan Islam
Ø    Sumitro Warkum, Asas-asas Perbankan Islam, Rajawali Pres: Jakarta, 1996
Ø    http://www.wikipedia.com
Ø    http://ekonomi-ucy.blogspot.com/2009/11/perbankan-islam.html
Ø    http://tjokroaminoto.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar